Kemenyan merupakan salah satu getah termahal dan beraroma wangi, di Indonesia kemenyan biasanya digunakan untuk perlengkapan ritual-ritual tradisional yaitu sebagai dupa dan campuran bahan pembuat rokok. Sedangkan di luar negeri kemenyan digunakan sebagai bahan pengobatan, aroma therapi, bahan pengawet juga bahan kosmetik.

Ada beberapa jenis kemenyan, yaitu kemenyan durame, kemenyan bulu, kemenyan toba dan kemenyan siam, semua jenis kemenyan ini bisa juga disebut kemenyan jawa atau kemenyan sumatera.

Di Indonesia, selain di Jawa, Sumatera merupakan salah satu daerah penghasil kemenyan terbesar, yaitu di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten  Humbang Hasundutan hingga Kabupaten Toba Samosir. Dari semua jenis kemenyan yang tumbuh di daerah Sumatera, adalah kemenyan toba yang dikenal dalam Bahasa Batak dengan sebutan Haminjon.

Di Kabupaten Toba Samosir, kemenyan bisa ditemukan di Kecamatan Parsoburan dan Kecamatan Borbor yang berjarak sekitar 56 km dari Kota Balige. Akses menuju ke desa ini kita akan menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam hingga 3 jam baik mengendarai kendaraan roda 2 ataupun roda 4.

Sebagian besar penduduk di Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba Samosir, memiliki mata pencaharian dengan bertani. Hasil pertanian yang paling menonjol dari daerah sekitar Borbor adalah andaliman dan getah kemenyan.

Tidak seperti andaliman yang harga pasarnya kadang turun dan naik dengan perbedaan harga yang sangat mencolok. Lain lagi dengan kemenyan, kemenyan biasanya hanya mengalami turun naik harga namun perubahan harga hanya berkisar Rp10 ribu.

Kemenyan merupakan pertanian yang dilestarikan oleh penduduk setempat secara turun-temurun sejak kakek-nenek mereka. Kadang mereka bingung, mengapa nenek moyang mereka harus menanam kemenyan. Karena hingga saat ini mereka tidak begitu paham, keberadaan kemenyan digunakan untuk bahan apa saja.

Sepengetahuan mereka kemenyan sering digunakan identik dengan aktivitas perdukunan, masyarakat setempat mengaku masih ragu untuk membakar kemenyan secara sembarangan karena takut dituduh melakukan hal-hal yang tidak benar.

Marudut Hutapea (61 tahun), merupakan salah seorang petani kemenyan, ditemui di ladangnya 7 Oktober 2020. Mengatakan dirinya bertani kemenyan sejak puluhan tahun lalu, sejak dia masih anak-anak dan membantu orangtuanya. Dia mengakui sebagian dari pohon kemenyan miliknya merupakan warisan dari orangtuanya, selebihnya ditanam sendiri.

Pohon Kemenyan bisa dipanen sekitar usia 7 tahun hingga usia 10 tahun, tergantung kesuburan tanah dan perawatan dari pemilik kebun. Dia mengatakan tinggi pohon kemenyan bisa mencapai 25 meter hingga 40 meter dengan diameter 60 cm hingga 100 cm dan batangnya tumbuh lurus menjulang ke atas dan memiliki sedikit cabang.

Pohon kemenyan memiliki daun berwarna hijau muda dengan bagian bawah daunnya merwarna hijau keputih-putihan. Memiliki bunga berwarna putih, berbuah dan berbiji. Biji inilah yang kemudian ditanam atau bahkan tumbuh sendiri menjadi tunas kemenyan yang baru.

Di desanya masa panen rutin pada bulan Februari dan bulan Maret, petani akan berbondong-bondong ke kebun mereka di dalam hutan, menempuh perjalanan dengan berjalan kaki dengan waktu sekitar 1 hingga 3 jam. Tergantung jarak petani dari kebunnya, membawa bekal untuk kebutuhan selama di ladang.

Jarak yang jauh membuat petani memilih untuk menginap di ladang, karena di setiap ladang masing-masing mereka sudah punya gubuk  dan selama di ladang mereka akan mengerjakan ribuan batang kemenyan secara bersama-sama dan pulang kembali ke desa bersama-sama.

Proses pengambilan getah kemenyan dengan cara membuat lubang-lubang pada batang pohon dengan jarak sekitar 30 cm dari batang pohon terendah hingga ke atas. Dengan menggunakan 3 alat, yaitu guris untuk membersihkan batang pohon, sugi untuk melubangi bagian batang yang sudah bersih dan tali digunakan sebagai alat untuk naik ke batang pohon yang lebih tinggi.

Marudut Hutapea (61 tahun) menunjukkan alat-alat yang digunakan untuk memanen kemenyan.

Batang pohon yang sudah dilubangi tadi akan dipantau dan dirawat secara rutin dari kotoran dan akan dipanen setelah 5-7 bulan. Getah-getah kemenyan yang melekat dan mengeras di lubang-lubang batang pohon akan dipanen petani dengan cara mencongkelnya dengan menggunakan arit.

Selanjutnya hasil panen getah tadi akan di jemur di bawah atap rumah, dengan tujuan agar mengering tanpa terkena langsung sinar matahari.

Getah yang telah mengeras memiliki warna putih kekuning-kuningan, kemudian getah akan dipisahkan sesuai kualitasnya. Kemenyan kualitas nomor 1 adalah berbentuk lebar  dan berwarna putih bersih, harga perkilo bisa mencapai Rp250 ribu hingga Rp350 ribu dan kualitas nomor dua yaitu yang ukuran pecahan dari kemenyan kelas satu yang harga perkilonya sekitar Rp200 ribu hingga Rp250 ribu sedangkan kemenyan kelas tiga yaitu kemenyan yang dikikis dari bekas lubang buatan pada pohon.

Getah kelas 3 ini, biasanya tidak berkumpul di lubang buatan namun menetes dan menjulur di batang pohon hingga mengeras dan cara pengambilannya dengan dikikis yang harga perkilonya berkisar Rp200 ribu hingga Rp130 ribu dari petaninya.

Marudut mengatakan, “Kami masyarakat di sini bersyukur, ada dari salah satu warga kami sebagai pengumpul hasil panen kemenyan ini. Karena jarak desa yang jauh dari perkotaan, membuat agen pengumpul hasil kemenyan dan pertanian lainnya tidak bisa datang setiap saat kemari. Jika kami butuh uang secara tiba-tiba karena ada hal-hal mendadak, penampung inilah siap menerima hasil panen kami dengan harga yang tidak beda jauh dari pengumpul  yang dari kota.”

Para petani kemenyan khususnya di Kecamatan Borbor berharap adanya upaya dari pemerintah, agar membuat penelitian di daerah mereka dan mengadakan sosialisasi kepada petani. Bagaimana cara bertanam kemenyan, perawatan pohon kemenyan hingga memanen kemenyan dengan menghasilkan kualitas kemenyan yang baik dan menjelaskan fungsi dari kemenyan digunakan untuk apa-apa saja.

Karena menurut masyarakat di sekitar Kecamatan Borbor, mereka hanya mengetahui bagaimana bertanam kemenyan dan bagaimana memanen semua dari hasil ajaran keluarga mereka secara turun temurun.

Mereka yakin, jika mereka tahu fungsi-fungsi lain dari kemenyan di dunia ini. Akan meningkatkan semangat mereka untuk tetap membudidayakan kemenyan agar tetap lestari hingga anak cucu mereka kelak, pastinya berharap harga kemenyan akan semakin membaik agar seimbang dengan jerih payah mereka untuk menanam, merawat hingga proses memanen.