Ada beberapa agama atau aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, salah satu nya yang berada didaerah danau Toba propinsi Sumatera Utara,yaitu PARMALIM. Parmalim atau malim adalah warga penganut atau penghayat sistem religius (“agama”) Batak asli,yang meyakini Tuhan, yaitu Mulajadi Nabolon. Ugamo Malim adalah agama asli masyarakat lokal Batak Toba.
Aliran kepercayaan ini telah lebih dahulu dianut oleh masyarakat Batak Toba ratusan tahun yang lalu, jauh sebelum masuknya agama-agama Islam, Kristen, dan Katolik. Munculnya aliran Malim tidak terlepas dari konteks sosial, ekonomi, dan politik yang berkembang pada saat itu yang kemudian menjadikan agama ini sebagai respon atas fenomena perkembangan social masyarakat disana.
Layaknya agama kepercayaan pada umumnya, mereka mempercayai bahwa arwah nenek moyang dan alam semesta yang mereka anggap sangat suci dan tidak boleh diperlakukan secara tidak baik. Bisa dikatakan masyarakat penganut agama nenek moyang ini sangat yakin bahwasannya dengan menjaga alam dan isinya dapat meningkatkan keberkahan hidup di dunia dan kelak nanti di alam kubur.
Ada beberapa ritual upacara adat agama Parmalim, salah satunya Horja bius Upacara adat ini merupakan sebuah upacara adat musyawarah antar warga untuk menyelesaikan sebuah permasalahan guna menghasilkan suatu kesepakatan atau keputusan untuk dijalankan bersama-sama. Upacara ini dilaksanakan pada saat ucapan syukur kepada leluhur atas upayanya dalam membuka desa bagi warga setempat, dengan mempersembahkan hewan-hewan pilihan atau lebih tepatnya kerbau pilihan yang biasa disebut Manghalat Horbo.
Berdasarkan sejarah ada tiga elemen penting suku Batak Toba yang mengatur sistem musyawarah dalam kehidupan bermasyarakat, yakni Huta, Horja dan Bius. Huta secara harafiah diartikan sebagai suatu kelompok perhimpunan. Setiap Huta dipimpin oleh Raja Huta, orang yang membuka perkampungan itu, biasanya selalu berkaitan dengan marga. Biasanya penamaan kampung tersebut dinamakan sesuai marga atau nama tetuah yang di hormati di kelompok masyarakat tersebut.
Di Danau Toba Sisingamangaraja XII adalah raja suku batak, salah satu raja yang memimpin aliran kepercayaan PARMALIM. Sisingamangaraja XII yang lahir di Bakara, 18 Februari 1845 – meninggal di Dairi, 17 Juni 1907 pada umur 62 tahun Sumatra Utara, salah satu pejuang raja batak yang berperang melawan Belanda, kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya ia dimakamkan di Tarutung Tapanuli Utara, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953. Nama Sopo Surung sekarang telah dijadikan nama salah satu sekolah favorit didaerah Balige kabupaten Tobasa.
Istana peninggalan Sisingamangaraja XII, tepatnya di desa simamora kecamatan bakti raja kabupaten Humbang Hasudutan Sumatera utara. Di desa Bakara kabupaten Humbahas hingga kini masih terawat, istana tersebut dikelola oleh para keturunan Sisimangaraja XII. Tempat ini sudah lama menjadi tempat kunjungan wisata didaerah Bakara, hampir tiap hari ada saja wisatawan yang berkunjung ke tempat ini.
Saat ini penganut aliran Parmalim semakin berkurang, dikarenakan perkembangan jaman yang sudah modern, ada beberapa masyarakat danau Toba yang masih mempercayai aliran tersebut, hingga kini mereka tinggal dibeberapa wilayah dataran tinggi hutan Bukit Barisan danau Toba Sumatera Utara. Hampir seluruh seputaran tanah di danau Toba penyebaran masyarakat penganut agama nenek moyang ini . Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, juga di daerah lain seperti Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah. Pada saat ini agama Parmalim juga menyebar di berbagai daerah di Indonesia, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Saat ini, jumlah pengikut aliran ini tidak memiliki data resmi, tetapi jumlahnya sekitar 5.000 atau 11.000 jiwa.
Saat ini di negara Indonesia, agama kepercayaan Parmalim Sah Masuk Kolom agama di KTP dan KK. Penganut Parmalim di tanah Batak danau Toba, Parmalim disahkan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penghayat kepercayaan yang diakui di Indonesia.
Putusan MK menyebut kata ‘agama’ dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk ‘kepercayaan’.
MK juga menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusannya, MK menyatakan adanya kalimat “penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama” membatasi hak atau kemerdekaan warga negara pada agama yang diakui perundang-undangan.