TobaRia, – Halo sobat TobaRia, tahukah kamu? bukan hanya Suku Maya loh yang memiliki sistem penanggalan untuk menghitung hari. Ternyata di Indonesia juga memiliki Suku yang mempunyai sistem penanggalannya tersendiri. Penasaran kan Suku apakah itu?

Yap, Suku Batak, suku yang terkenal akan kain ulosnya ini memiliki sistem penanggalannya tersendiri loh Sobat, yang diberi nama Parhalaan. Parhalaan sendiri merupakan salah satu naskah kuno di kalangan masyarakat Batak yang dapat diartikan sebagai kalender atau penanggalan untuk mengetahui waktu, nama hari, dan nama bulan. 

Bagi masyarakat Batak, khususnya Batak Toba, Parhalaan dapat digunakan untuk mengetahui arti dari kejadian alam, masalah yang terjadi pada diri manusia pada waktu tertentu, hari baik, dan hari buruk. 

(Dok. Istimewa)

Asal muasal Parhalaan

Parhalaan berasal dari kata “hala” yang berarti hewan sejenis kalajengking yang memiliki penyengat di kalangan masyarakat Batak Toba. Mulut dan ekor hewan itu sangat berbisa. Bukanlah sesuatu yang mengherankan jika “Hal” sangat ditakuti masyarakat. 

Meskipun demikian, “hala” yang ditambah awalan “par” dan akhiran “an” ini banyak terdapat, serta merupakan lambang-lambang dalam parhalaan atau kalender Batak. Parhalaan pun memiliki arti penting pada kehidupan masyarakat Batak masa lampau. 

Sedangkan, dalam Bahasa Batak, Parhalaan juga disebut dengan “Pustaha” yang berarti acuan dalam penanggalan Batak bagi para leluhur dalam meramal. Pada zaman dahulu, parhalaan sangat jarang ditemukan dalam keadaan tertulis, selain ditulis dengan medium bamboo “bulu parhalaan”, parhalaan juga ditulis pada tulang “holi parhalaan” dan ada juga kulit kayu “pustaha parhalaan”.

Pemakaian alat tersebut memiliki alasan tersendiri misalnya medium bambu digunakan berdasarkan daya tahannya karena sering dipegang dan dipindahkan sesuai kebutuhan. Sementara medium kulit dan kayu apabila sering disentuh dan bolak-balik berpotensi cepat rusak. Bahkan di PakPak (Dairi), Parhalaan terbuat dari batok yang dilubangi sebanyak 30 buah. 

Kalender Batak didasarkan pada fenomena alam bernama bulan dan digunakan untuk peramalan. Sejak lama masyarakat Batak memang tertarik dengan ilmu perbintangan (astrologi).  

Realitasnya perhalaan dalam tradisi Batak sesungguhnya bukan sistem penjadwalan waktu seperti dipahami hari ini, namun ia merupakan sebuah petunjuk ramalan yang dikaitkan dengan peredaraan benda-benda langit. 

Lebih tepatnya perhalaan adalah kalender yang digunakan untuk menentukan hari baik dan hari buruk. Hampir semua aktivitas orang Batak dahulu ditentukan berdasarkan prediksi perhalaan. 

Aktivitas-aktivitas itu antara lain pesta perkawinan, memanen, mendirikan rumah, kelahiran, kesehatan, dan lain-lain. Dan dalam kenyataannya kalender ini lebih berfungsi religius dan kepercayaan. Namun dalam prakteknya, orang Batak menghitung hari dengan melihat pola-pola benda langit khususnya bulan, matahari, dan bintang-bintang. 

Pengamatan ini dilakukan secara berulang sehingga menghasilkan kesimpulan numerik perhalaan yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Menurut para leluhur Batak, pemetaan benda-benda langit dilakukan berdasarkan pengamatan bertahun-tahun dan terus diuji akurasinya.

Nama bulan dan hari dalam kalender Batak

Sama halnya dengan kalender pada umumnya, Parhalaan juga memiliki 12 bulan yang masih-masing minggunya terdiri dari 7 hari. Namun, ada perbedaan pada penamaan dan penempatan bulan yakni sebagai berikut:

  • Sipaha Sada (Bulan Satu) = April
  • Sipaha Dua (Bulan Dua) = Mei
  • Sipaha Tolu (Bulan Tiga) = Juni
  • Sipaha Opat (Bulan Empat) = Juni
  • Sipaha Lima (Bulan Lima) = Agustus
  • Sipaha Onom (Bulan Enam) = September
  • Sipaha Pitu (Bulan Tujuh) = Oktober
  • Sipaha Walu (Bulan Delapan) = November
  • Sipaha Sia (Bulan Sembilan) = Desember
  • Sipaha Sapulu (Bulan Sepuluh) = Januari
  • Sipaha Sabolas (Bulan Sebelas) = Februari
  • Hurung atau Siapaha Dua Belas (Bulan Dua Belas) = Maret

Sementara itu, nama-nama hari pada kalender Batak masing-masing memiliki perbedaan. Berikut nama-nama hari dalam Parhalaan dengan urutan mulai dari hari pertama pada setiap minggunya:

Minggu pertama 

  • Hari ke-1, Haditia
  • Hari ke-2 ,Suma
  • Hari ke-3, Anggara
  • Hari ke-4, Muda
  • Hari ke-5, boras Pati
  • Hari ke-6, Sukora
  • Hari ke-7, Sumisara

Minggu kedua

  • Hari ke-8, Hantian Ni Aek
  • Hari ke-9, Sumani Mangadop
  • Hari ke-10, Anggara Sampulu
  • Hari ke-11, Mudani Mangadop (Halial)
  • Hari ke-12, Boras Pati Ni Tangkop
  • Hari ke-13, Sukora Purnama
  • Hari ke-14, sumisara Purnama

Minggu Ketiga

  • Hari ke-15, Tula
  • Hari ke-16, Sumani Olom
  • Hari ke-17, Anggara Ni Olom
  • Hari ke-18, Mudani Olom
  • Hari ke-19, Boras Pati Ni Olom
  • Hari ke-20, Sukora Bora Turin
  • Hari ke-21, Samisa A Bora Turun

Minggu Keempat

  • Hari ke-22, Hantian Ni Angsa
  • Hari ke-23, Sumani Mate
  • Hari ke-24, Anggara Ni Mate
  • Hari ke-25, Mudani Mate
  • Hari ke-26, Boras Pati Ni Go
  • Hari ke-27, Sukora Bulan mATE
  • Hari ke-28, samisara Bulan Mate
  • Hari ke-29, Hurung
  • Hari ke-30, Hurung Harirul

Masyarakat Batak Toba percaya bahwa nama-nama hari dan bulan memiliki arti baik dan buruk. Buku ini mengatakan, segala kejadian alam dan masalah yang terjadi karena manusia dapat diketahui artinya lewat parhalaan. Bagi mereka, penting untuk parhalaan terlebih dahulu sebelum memulai sesuatu kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.  (sumber:oifumsu &kompas.com)