InfoPenerbangan,- Lumban suhi-suhi Toruan terletak di pulau Samosir, wilayah yang dikenal akan kisah legenda Danau Toba. Legenda ini sampai ke telinga masyarakat dunia sehingga membuat banyak wisatawan mancanegara berkunjung ke lokasinya.
Bukan hanya terkenal akan legenda Danau Toba saja, tapi Toruan juga dikenal sebagai wilayah penghasil kerajinannya. Ada beberapa kerajinan yang dihasilkan, salah satunya adalah ulos atau selendang khas masyarakat Batak.
Jika Anda sedang mengunjungi Pulau Samosir, luangkan sedikit waktu untuk menyambangi para pengrajin ulos. Tidak hanya melihat, Anda juga bisa ikut belajar bagaimana cara membuat selendang ulos Khas Batak tersebut.
Pengenalan Ulos Sebagai Kerajinan Khas Masyarakat Batak
Indonesia adalah negara yang kaya akan warisan budaya, kekayaan adat istiadat, tradisi, dan keseniannya. Sebagai negara yang kaya raya dari Sabang sampai Merauke, Kekayaan Wilayah Indonesia disebut-sebut surga dunia.
Di setiap tahunnya, terutama waktu libur tiba, Indonesia seringkali kebanjiran wisatawan. Tidak hanya datang dari luar, wisatawan domestik juga seringkali menikmati liburan dengan pergi ke tempat berpemandangan indah seperti Samosir.
Namun, Samosir bukan hanya tentang pemandangan saja, tapi juga kerajinan Ulos yang dijadikan sebagai identitas Budaya Batak. Ulos bagi masyarakat Batak digunakan sebagai simbol untuk menyampaikan doa dan kasih sayang.
Terdapat juga pihak yang menyampaikan bahwa Ulos merupakan simbol komunikasi antar 3 pihak. Pihak-pihak yang disebutkan yakni pembuat, pemberi, serta penerimanya. Ini juga diartikan sebagai memberikan kehangatan serta semangat.
Masyarakat melahirkan budaya yang menjadi identitas dari suatu bangsa. Orang batak memiliki budaya yang tidak bisa dipisahkan dan telah diresmikan sebagai identitas bangsa serta warisan tak-benda yakni ulos.
Kemunculan ulos berdasarkan konteks sosio historis merupakan bagian dari kehidupan masyarakat orang Batak sejak lama. Sehelai kain tenun yang dibuat dalam gambar pola tertentu dengan maksud untuk melindungi tubuh wanita.
Kain itu telah melewati banyak perkembangan, mulai dari yang awalnya hanya digunakan sebagai pembungkus atau penghangat badan. Kemudian kainnya berkembang menjadi bagian dari pelaksanaan upacara adat setempat.
Sekarang, menjadi benda yang dikeramatkan oleh suku batak, Ijuk pangihot ni hodong, ulos pangihot ni holong. Ketika ijuk menjadi pengikat pelepah pada batang, maka ulos mengikatkan kasih sayang antar sesama.
Ulos Suhi-Suhi sebagai Warisan Budaya Tak-Benda
Unesco pada 1990-1995 menyajikan dalam bentuk Draf Rencana Jangka Menengah menyatakan bahwa benda-benda masa lalu akan dijadikan budaya suatu negara. Ini dilakukan sebagai bagian dari penegasan dan pengayaan identitas negaranya.
Tidak hanya itu, hal tersebut bisa diartikan bahwa cagar budaya dibentuk sebagai penanda kebudayaan baik berupa karya seni, kerajinan, lainnya. Dijadikan sebagai warisan bagi anak bangsa agar mengenali identitas dirinya.
Warisan budaya takbenda atau tidak berwujud di mana memiliki sifat mudah berlalu dan hilang seiring berjalannya waktu. Diturunkan dari satu generasi ke lainnya, dan diciptakan kembali dengan keragaman berbeda.
Setelah ditetapkannya ulos sebagai warisan budaya takbenda, penggunaannya semakin meningkat. Kerajinan ini mulai mendapat perhatian dari pemerintah serta seringkali diadakannya diskusi dan dibentuknya hari peringatan ulos yakni setiap 17 Oktober.
Sebagai warisan takbenda seperti yang ditetapkan Unesco, seorang pengrajinnya harus mengerti filosofi, teknik, motif, dan bahannya. Tanpa mengetahui beberapa hal penting tersebut, itu hanya akan terlihat seperti kain biasa.
Pada satu kainnya, akan ada banyak cerita dari balik motifnya, karena budaya dan filosofi yang masih kental. Dalam filosofi tradisionalnya adalah perantara salam atau kabar gembira bagi penerimanya.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan warisan kebudayaan dan kearifan lokal merupakan suatu tempat menarik bagi pecinta budaya. Apalagi jika melihat warisan budaya takbenda di setiap wilayah Indonesia khususnya Touran. (*)