TobaRia,- Indonesia terkenal sebagai salah satu negara dengan suku dan bahasa terbanyak di dunia. Keragaman ini menjadi salah satu ciri khas tersendiri yang membedakan negara Indonesia dengan negara yang lainnya. Tak heran jika banyak pelancong mancanegara yang bukan hanya ingin menikmati pemandangan alam yang ada, melainkan juga mengetahui keberagaman budayanya.
Salah satu Suku yang ada di Indonesia adalah Suku Batak. Suku yang berada di Provinsi Sumatera Utara ini terkenal dengan nada bicara yang tegas dan to the point. Selain itu, Suku Batak juga memiliki tradisi unik yang berbeda dengan Suku-Suku lain yang ada di Indonesia.
Suku Batak bukan hanya terkenal dengan hubungan sosial antar suku saja yang sangat erat, melainkan juga hubungan dengan manusia dengan alam yang tak kalah penting. Termasuk didalamnya bagaimana cara suku Batak mewarisi kebiasaan dalam memperlakukan alam dan isinya, yang masih terjaga hingga saat ini.
Untuk melakukan proses Marsuan ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah Mambatangi Aek yang berarti sebuah proses untuk membuat semacam jalur air di lahan yang akan ditanami padi. Pada proses ini, biasanya dikerjakan oleh dua orang dalam satu petak sawah.
Nantinya, jalur ini akan menjadi jalan bagi pemilik sawah dalam Mangaliplip yakni sebuah tradisi mengusir tikus. Yang Mana fungsi Batangi Aek adalah sebagai jalur air dan sebagai jalannya pemilik lahan untuk mengusir hama tikus agar tidak mengganggu tanaman padi.
Proses selanjutnya adalah pemilik lahan akan memanggil orang-orang yang sudah terbiasa menanam padi yang disebut Parsuan. Jumlahnya disesuaikan dengan jumlah orang yang mencangkul di sawah, yang disebut Pangula.
Sebagai contoh, sawah tersebut dikerjakan secara konvensional yakni dengan cara mencangkul, oleh 20 orang, maka 20 orang juga dibutuhkan untuk menanam padi.
Saat melakukan penanaman padi, para Parsuan bergerak mundur membelakangi areal lahan yang kosong, agar tidak mengganggu padi yang sudah mereka tanam. Untuk menghilangkan rasa lelah membungkuk atau berjongkok mundur biasanya mereka kerap bersenda gurau satu sama lainnya.
Dalam proses ini dibutuhkan waktu kurang lebih selama 5 bulan dari proses pertumbuhan hingga proses pengambilan (panen). Dalam rentang waktu tersebut, masa pertumbuhan tanaman padi memiliki sebutannya sendiri.
Ketika tanaman padi sudah berumur 2,5 bulan, dijuluki Buhu Tano, ketika umur 3 bulan disebut Boltok. Selama padi dalam mas Boltok ini, tidak diperbolehkan ada Buni Bunian (suara-suara keramaian) atau acara-acara sakral, apalagi acara Margondang.
Menurut kepercayaan nenek moyang yang masih terjaga sampai saat ini, jika dalam acara-acara sakral dan apalagi sampai Margondang Sabangunan (penayangan musik tradisional yang lengkap) dilakukan, maka padi di sawah akan dihantam Parditoru yakni hama tikus.
Di saat padi berumur 3.5 bulan, padi tersebut akan dinamai Basbas. Berubah nama lagi saat umur 4 bulan, dinamailah Munduk, dan setelah umur 4,5 bulan padi akan disebut Bontar Punsu. Bulan kelima, padi dinyatakan sah atau siap untuk dipanen. (*)