Pulo Samosir do haroroan hu Samosir do
Ido asal hu sai tong ingoton hu saleleng ngolukku hupuji ho
Ido asal hu sai tong ingoton hu saleleng ngolukku hupuji Ho
Di si do pusokhi pardekkean hu haumakki
Gok disi hassang nang eme nang bawang
Rarat do pinahan di doloki
Gok disi hassang nang eme nang bawang rarat do pinahan di doloki
Demikian lirik lagu bait pertama dari lagu Pulo Samosir ciptaan Nahum Situmorang. Menunjukkan kebanggaannya akan Pulau Samosir dengan latar belakang perekonomian dibidang pertanian dan peternakan.
Selain bertanam padi, dahulu Pulau Samosir dikenal dengan komoditi bawang merahnya yaitu, “Bawang Sitappak.” Namun sejak tahun 2002 atau tepatnya 18 tahun yang lalu, petani di Kabupaten Samosir mengalami kegagalan dalam bertanam bawang. Hal ini memicu masyarakat setempat untuk mencari alternatif tanaman lainnya sebagai pengganti tanaman bawang merah.
Boy Ture Sitanggang (25) adalah petani pemuda lulusan Sarjana Pendidikan Jurusan Geografis, setelah mengantongi gelar sarjananya dia memilih pulang kampung. Dan mencoba menerapkan ilmu pengetahuan yang dikecapnya selama di bangku kuliah dengan membantu orangtuanya bertani.
Awal mula membuka lahan pertanian, Boy memulai dengan bertanam cabai merah pada tahun 2018. Menurutnya hasil panen cabai merahnya cukup bagus hanya saat itu harga cabai merah anjlok dan modal selama proses menanam hingga panen tidak kembali.
Namun hal ini tidak membuatnya menyerah, ketika dia bertanya kepada orangtuanya tentang riwayat tanah yang dikelolanya. Dia mendapatkan ilham yang membuatnya tertantang untuk kembali membudidayakan pertanian turun temurun leluhurnya khususnya bertanam Bawang Sitappak.
Mencoba mengabaikan kabar tentang gagalnya bertanam bawang merah akibat hama di Pulau Samosir 18 tahun lalu. Dan di panen yang ke 5, dia sudah mampu menyisihkan bibit untuk kebutuhan penanaman bawang di periode menanam berikutnya.
Boy mengatakan, “Orangtua saya mengatakan kalau dari dulunya lahan ini ditanami bawang merah. Dan sudah 4 keluarga sebelum saya yang mengelola tanah ini dengan sistem sewa. Hal ini yang menantang saya untuk kembali bertanam bawang merah dan bersyukur telah mendapatkan hasil panen yang baik. Dan pesan saya bagi para pemuda khususnya di Kabupaten Samosir. Yang disekolahkan dari hasil pertanian, ayo ambil alih pertanian Samosir. Karena, bertani bagi saya bukan hanya persoalan ekonomi tetapi lebih untuk merayakan ideologi.” Ditemui di Desa Saitnihuta Kecamatan Pangururan-Kabupaten Samosir, Senin 30/11-2020.
Tanggal 23 Juli 2020 lalu adalah panen yang ke enam, dari lahan seluas 5 rante atau 2000 meter persegi Boy menghasilkan bawang merah sebanyak 1,3 ton. Menurutnya harga bawang merah perkilogram di setiap panennya memang tidak stabil namun masih memiliki harga jual.
Untuk penjualan hasil panen bawang merahnya, Boy melayani pembeli yang langsung datang ke rumahnya juga pemesanan langsung dari agen. Bahkan ada saja pembeli yang menghubunginya melalui media sosial, karena dia juga membagikan aktivitas pertaniannya di akun media sosialnya.
Hal-hal menginspirasi demikian memang dibutuhkan oleh pertanian lokal. Keberanian seorang pemuda pulang kampung dan mengelola tanah yang masih banyak terbengkalai di sekitarnya.
Karena sumber mata pencaharian itu tidak hanya di kota besar saja. Hal ini membuktikan bahwa petani adalah pahlawan bahan-bahan pangan. Semangat untuk para petani Kabupaten Samosir. *jmh