Tanggal 3 Desember diperingati sebagai Hari Disabilitas Internasional. Di tahun 2020, tema peringatan Hari Disabilitas Internasional adalah Not All Disabilities Are Visible atau Tidak Semua Disabilitas Terlihat.

Hari ini bertempat di Pendopo Bupati Kabupaten Toba, Rabu 2/12-2020 berlangsung Seminar untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional.

Para peserta disabilitas yang hadir dari 3 komunitas yaitu Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat-Hepata (RBM-Hepata), Cahaya Bersama Rakyat (CBR), Perhimpunan Penyandang Disabilitas Toba (PPDT) yang tergabung dalam Forum Peduli Disabilitas.

Dalam seminar ini disuarakan tentang upaya, “Menyikapi Perda No.10 Tahun 2019, tentang pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas Kabupaten Toba antara peluang dan tantangan.” Dan acara ini akan dilanjutkan kembali pada tanggal 3/12-2020 yaitu orasi tentang peringatan Hari Disabilitas yang akan dilakukan sepanjang jalan dari Kecamatan Lumbanjulu hingga ke Pendopo Kantor Bupati Kabupaten Toba.

Selanjutnya di Pendopo Kantor Bupati akan diadakan pameran karya-karya para penyandang disabilitas di Kabupaten Toba. Sebagai bukti nyata bahwa mereka juga mampu hidup mandiri dan menciptakan sebuah karya.

Tomu Pasaribu sebagai penasehat PPDT menyampaikan, “Kami menginginkan goal dari Seminar Peringatan Hari Disabilitas ini, hal ini sebagai upaya agar Pemerintah Daerah (Pemda) segera menerbitkan Perintah Bupati (Perbub) terkait hak-hak penyandang disabilitas. Dan kami berharap agar Masyarakat Toba ramah Disabilitas.”

Peringatan Hari Disabilitas ini sudah disuarakan sejak tahun 1992. Dan Hari Disabilitas Internasional ini ditetapkan oleh Majelis Umum PBB. Tujuan dari penetapan ini dimaksudkan untuk  memperjuangkan hak-hak,  dan kesejahteraan para penyandang disabilitas di semua bidang dan pembangunan.

Efendy Siahaan, salah seorang penyandang disabilitas tuna daksa yang berasal dari Kabupaten Toba menambahkan, “Kami ingin dikasihi bukan dikasihani, kami juga ingin pemerintah melihat keberagaman potensi yang kami miliki. Selagi mampu, kami ingin mandiri namun kami juga ingin diperhatikan melalui kemudahan akses kesehatan. Juga fasilitas umum  dan pemerintah memberi jalan dengan bermitra atau memberdayakan kami sesuai dengan pengadaan karya-karya yang bisa kami ciptakan.”

Efendy Siahaan, penyandang disabilitas tuna daksa. Memiliki keahlian menjahit pakaian pria/ist

Hari Disabilitas Internasional juga menjadi penting maknanya, khususnya untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai pemahaman dan penerimaan terhadap penyandang disabilitas. Pada perkembangannya, pada 13 Desember 2006, PBB menggelar Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities.

Hasil Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas ini sendiri berisi tentang undang-undang yang memastikan semua penyandang disabilitas dapat menikmati semua hak dasar manusia dan kebebasan yang fundamental.

Berdasarkan data pihak Internasional Labor Organizational (ILO), pada tahun 2010 terdapat 11.580.117 penyandang disabilitas di Indonesia. Dari data tersebut, hanya 10-25% penyandang disabilitas yang memiliki pekerjaan dan dapat membiayai hidupnya secara mandiri.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi hak-hak disabilitas melalui UU Nomor 19 Tahun 2011 dengan mengakui hak penyandang disabilitas untuk bekerja atas dasar “Kesetaraan” dengan yang lainnya.

Hal-hal tersebut di atas dirangkum dari berbagai sumber informasi. Dan harapan para penyandang disabilitas ini, agar mereka diperhatikan dan diberi kesempatan untuk mendapatkan hak yang sama dengan sesamanya. *jmh