Tobaria – Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Salah satu suku yang memiliki budaya yang unik dan menarik adalah suku Karo, yang berasal dari Sumatera Utara.

Suku Karo memiliki berbagai tradisi adat yang masih dilestarikan hingga saat ini, salah satunya adalah Nengget.

Nengget adalah sebuah tradisi kuno yang dilakukan oleh masyarakat suku Karo dengan tujuan untuk mewujudkan harapan keluarga tertentu.

Tradisi ini berupa memberikan kejutan (sengget) secara rahasia kepada pasangan yang sudah lama menikah tetapi belum dikaruniai anak, atau hanya memiliki satu jenis anak.  

Bukan hanya dikemas sebagai tradisi yang sudah berlangsung secara turun-temurun, Nengget juga sudah dianggap sebagai obat atau terapi yang mengubah nasib suatu keluarga.

Tradisi nengget dilakukan dengan penuh keceriaan dan kegembiraan. Pasangan yang disenggeti tidak boleh marah atau tersinggung, melainkan harus menerima dengan lapang dada dan ikut bergembira. 

Mereka juga harus memberikan makanan dan minuman kepada keluarga atau kerabat yang datang. Tradisi ini dianggap sebagai bentuk dukungan dan doa dari keluarga agar pasangan dapat memiliki keturunan yang lengkap dan seimbang.

Tradisi nengget diduga berasal dari zaman dahulu kala, ketika masyarakat Karo masih hidup dalam sistem patrilineal, yaitu sistem keturunan yang mengikuti garis ayah.

Dalam sistem ini, anak laki-laki dianggap lebih penting daripada anak perempuan, karena mereka yang akan mewarisi tanah, harta, dan nama keluarga. Oleh karena itu, pasangan yang belum memiliki anak laki-laki atau hanya memiliki satu jenis anak akan merasa kurang beruntung dan dianggap tidak sempurna.

Untuk mengatasi masalah ini, masyarakat Karo percaya bahwa dengan memberikan kejutan kepada pasangan tersebut, mereka akan dapat memperoleh anak laki-laki dan perempuan.

Kejutan ini dianggap sebagai cara untuk membangkitkan semangat dan gairah hidup pasangan, serta untuk mengusir roh-roh jahat yang menghalangi mereka untuk memiliki keturunan.

Orang-orang yang melakukan nengget adalah turangku dari pasangan yang disenggeti, yang dalam situasi sehari-hari mereka adalah ‘‘rebu’’.

Rebu adalah hubungan yang mengharuskan seseorang untuk menjaga jarak dan tidak berinteraksi secara langsung dengan orang lain yang memiliki kedudukan atau hubungan tertentu.

Dalam kehidupan sehari hari, mereka akan menghindari kontak mata dan untuk berbicara mereka harus menggunakan perantara (orang ketiga), atau menggunakan istilah ‘‘nina turangku’’.

Yang termasuk rebu adalah menantu perempuan (permen) dengan mertua laki-laki (bengkila/kila); menantu laki-laki (kela) dengan mertua perempuan (mami); ipar laki-laki dengan ipar perempuan dan sebaliknya.

Rebu wanita mengangkat si laki-laki, dan Rebu laki-laki mengangkat si perempuan sambil mengatakan ”mbera-mbera ibas erdejeb pusuhna e, robah padanna, robah pengindona kejumpan tuah lah ia” yang berarti jika pasangan ini disenggeti, nasib mereka akan berubah dan mereka akan segera memiliki anak.

Setelah itu mereka menyiramkan air ke pasangan itu dan kemudian mengatakan “usih aku, usih aku, usih aku” yang berarti lihatlah aku punya anak, rebu seolah-olah berbicara dengan roh mereka agar pasangan bisa meniru raga mereka yang sudah memiliki anak.

Tradisi nengget memiliki berbagai simbol dan makna yang terkandung di dalamnya. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  • Uis arinteneng adalah kain adat Karo yang berwarna merah dan hitam. Kain ini melambangkan keberanian, kekuatan, dan kehidupan.
  • Batu adalah simbol anak yang diberikan kepada pasangan yang disenggeti. Batu ini melambangkan kekokohan, ketahanan, dan keabadian. Batu ini juga melambangkan harapan agar pasangan dapat memiliki anak yang kuat dan tangguh.
  • Lau simalem-malem adalah air suci yang disiramkan ke kepala pasangan yang disenggeti. Air ini melambangkan pembersihan, penyucian, dan penyembuhan. Air ini juga melambangkan harapan agar pasangan dapat terbebas dari segala halangan, penyakit, dan kesialan yang mengganggu mereka untuk memiliki anak.
  • Gendang adalah alat musik yang melambangkan kegembiraan, kesenangan, dan kebahagiaan.
  • Makanan (sangkep), melambangkan keberlimpahan, kesuburan, dan keberkahan.

Tradisi ini menunjukkan kekhasan dan keistimewaan budaya Karo yang layak untuk dihormati dan diapresiasi. Tradisi ini juga menunjukkan bahwa masyarakat Karo menghargai dan menghormati hakikat kehidupan sebagai anugerah yang harus disyukuri.

Namun, tradisi nengget juga menghadapi tantangan untuk tetap eksis di tengah perubahan zaman. Tradisi ini kini hanya dilakukan di desa-desa di Tanah Karo, karena pengaruh modernisasi, urbanisasi, dan asimilasi budaya.(*)