Tobaria – Sebelum menganut agama islam, kristen protestan, katolik, dan lainnya, orang-orang Batak memiliki kepercayaan awal yang disebut Ugamo Alim yang dianut sejak ratusan tahun lalu. Ugamo malim merupakan salah satu kepercayaan yang dianut oleh sebagian orang Batak sampai saat ini. 

Ugamo malim sudah ada sejak dahulu kala, namun baru berbentuk lembaga pada tahun 1907 setelah Sisingamangraja meninggal dunia. Beliau adalah salah satu tokoh yang menganut ajaran ugamo alim.

Para penganut ajaran ugamo malim mempercayai bahwa Raja Lhat dan Boru merupakan manusia pertama orang batak, yang dipercayai oleh penganut ugamo alim sebagai manusia pertama yang ada di dunia.

Dari sinilah awal mula keyakinan ini berkembang. Para penganut ugamo alim biasa disebut dengan parmalim. Umat parmalim menganggap Tuhan Debata Mulajadi Naboloh merupakan tuhan pencinta langit, bumi, dan seluruh isinya.

Sebelum meninggal, Sisingamangraja berpesan untuk menyebarkan dan terus melestarikan kepercayaan orang batak kepada Debata Mulajadi Nabolon, pesan ini disampaikan pada Lanja Naipospos pada tahun 1907.

Setelah itu, penerus dari Sisingamangraja yaitu Raja Nasiakbagi mencetuskan supaya ugamo malim dilembagakan sebagai sebuah agama. Sejak itu,ugamo malim menjadi ajaran yang dianut oleh sebagian orang batak yang telah terorganisir dengan baik.

Ugamo malim ini tidak mengenal surga atau sejenisnya seperti agama pada umumnya. Karena belum ada ajaran yang pasti memberikan reward atau punisnhment atas perbuatan baik dan jahat, selain mendapatkan berkat dari Debata Mulajadi Nabolon dan arwah leluhur atau dikutuk menjadi miskin dan tidak punya keturunan.

Tujuan dari upacara agama yang dilakukan oleh penganut ugamo malim ini adalah memohon berkat dari Debata Mulajadi Nabolon, arwah-arwah leluhur, juga dari tokoh-tokoh adat atau kerabat-kerabat adat yang dihormati.

Tempat ibadah umat dari ugamo malim disebut Bale Pasogit. Bentuk bangunan menyerupai sebuah gereja, dan dilengkapi dengan lapangan yang cukup luas yang digunakan untuk merayakan hari-hari besar dalam ugamo malim. Lalu pada bagian atap bangunan terdapat lambang tiga ekor ayam yang memiliki warna berbeda.

Warna hitam memiliki makna kebenaran, warna putih memiliki makna kesucian, dan warna merah melambangkan kekuata dan kekuasan. Hal ini merupakan lambang partondian atau  keimanan.

Menurut ajaran ugamo malim terdapat tiga partondian yang pertama kali diturunkan Debata ke tanah Batak, yaitu Batara Guru, Debata Sori dan Bala Bulan. Sementara ayam merupakan salah satu hewan persembahan kepada Debata.

Setiap tahunnya ada dua kali ritual besar bagi umat penganut ugamo malim. Yang pertama yaitu Parningotan Hatutubu ni Tuhan atau Sipaha Sada. Ritual ini diadakan ketika masuk tahun baru Batak, yaitu di awal Maret. Yang kedua yaitu Pameleon Bolon atau Sipaha Lima, yang diadakan antara Juni-Juli.

Ritual Sipaha Lima diadakan setiap bulan kelima dalam kalender Batak, dilakukan sebagai bentuk bersyukur atas panen yang diperoleh. Ritual keagamaan ini juga berguna untuk menghimpun dana sosial dengan menyisihkan sebagian hasil panen untuk diberikan pada warga yang membutuhkan.

Saat ritual keagamaan itulah tari tor-tor digelar sebagai bentuk pemujaan, dan diiringi Gondang Sabangunan yang merupakan alat musik khas Batak. Tari tor-tor juga dipercaya sebagai salah satu bentuk pemujaan.

Ketika ritual sedang berlangsung, laki-laki yang sudah menikah mengenakan sorban di kepala, serta sarung dan selendang Batak atau ulos. Sedangkanyang perempuan memakai sarung serta mengonde rambut mereka.

Pemujaan yang berisi pujian dan persembahan untuk Debata ini dilakukan dengan hati suci, atau hamalimon.

Saat ini penganut ugamo malim semakin berkurang, hal ini disebabkan perkembangan zaman yang sudah modern dan muncul stigma negatif kepada penganut ugamo malim,namun masih ada beberapa masyarakat Danau Toba yang masih mempercayai aliran tersebut.

Hingga kini mereka tinggal di beberapa wilayah dataran tinggi Bukit Barisan danau Toba, Sumatera Utara. Pada saat ini pengikut aliran ini tidak memiliki data resmi, tetapi jumlahnya sekitar 5.000 atau 11.000 jiwa. (*)