Tobaria – Kebudayaan pada Wilayah Sumatera Utara nampaknya sangat beragam. Ada berbagai kebudayaan dan adat istiadat yang hidup berdampingan dengan kebiasaan masyarakat setempat, suku Sumatera Utara asli yakni Batak Toba.
Batak menjadi satu dari sekian banyaknya suku yang berkembang di negara kepulauan ini. Sama dengan suku lain¸ Batak memiliki tradisi khas serta masih dilestarikan hingga sekarang untuk menghargai usaha nenek moyang.
Tidak hanya menghormati nenek moyang, tradisinya tetap dijalankan dengan maksud melestarikan tradisi tersebut. Setiap tradisi pada suatu budaya tentu menyimpan dan mengartikan seribu makna seperti upacara mangokal holi.
Tradisi mangokang Holi telah diwariskan secara turun temurun dari generasi terdahulunya hingga sekarang. Upacara adat khas masyarakat Sumatera Utara asli ini perlu Anda ketahui sehingga bisa lebih menghargai budaya negeri.
Fakta-Fakta Menarik dari Tradisi Mangokal Holi Batak Toba
Mangokal Holi tradisi leluhur yang merupakan kegiatan menggali makam seseorang untuk mengambil tulang-tulangnya dengan maksud memindahkannya ke makam-makam lain. Makam di sini tidak seperti yang sering Anda lihat.
Tradisinya terbentuk dari kultur Batak pra-Kristen yang menganggap bahwa bentuk menghormati leluhur adalah dengan meletakkan tulang-belulangnya di tempat tinggi. Bukan tanpa tujuan, tradisinya dilakukan untuk mencapai Hagabean, Hasangapan, serta Hamoraon.
Meskipun zaman terus berubah, tradisi satu ini sangat dipegang teguh oleh masyarakat asli Sumatera Utara. Berikut kami berikan beberapa fakta menarik mengenai tradisi penggalian dan pemindahan tulang Mangokal Holi.
1. Perlu Banyak Modal
Sebagai tradisi yang sangat sakral, Mangokal Holi membutuhkan banyak biaya untuk sekali upacaranya. Keluarga penggelar upacara harus siap menjamu seluruh tamu dari satu marga maupun para tetangganya.
Tidak hanya menjamu tamu, persembahan hewan pada upacara ini juga menggunakan ternak mahal. Keluarga harus memenuhi persyaratan kain tenun ulos asli dengan harapan keberkahan selalu berpihak pada keturunan dari almarhum.
2. Prosesi Upacara Cukup Panjang
Dimulai dari persiapan saat memanggil seluruh anggota keluarga besar, melakukan musyawarah dengan para petinggi adat, hingga mengundang warga untuk menghadirinya. Keluarga kemudian memulai pesta serta prosesi upacara berikutnya.
Ketika penggalian, keluarga mungkin saja mendapati tulang yang telah mengalami pembusukan atau tidak pada keadaan utuhnya. Sebagai penggantinya, Keluarga bisa mengambil tanah kuburannya dan menganggapnya sebagai simbol.
3. Mendatangkan Keakraban Antar Anggota
Tradisi penggalian makam khas suku Batak Toba mengundang seluruh anggota, dan sanak saudara untuk menghadiri prosesi upacaranya. Kegiatan itu memiliki tujuan untuk saling mengenalkan serta melekatkan tali kekerabatan anggota keluarga.
Upacara ini juga bermaksud untuk menyenangkan hati para tetua yang masih hidup karena anak dan saudaranya berkumpul pada satu tempat. Suasana akan semakin tercipta ketika menari Tor-tor bersama keluarga.
4. Menyatukan Makam dengan Keluarganya
Selain sebagai bentuk penghormatan terhadap para leluhur, upacara juga dilakukan menyatukan makam agar bersama dengan keluarganya hingga akhir. Tentu sangat sedih jika meninggal, tapi dikuburkan pada lokasi berbeda dengan keluarganya.
Meletakkan dan menguburkannya dalam satu lokasi, juga dilakukan demi menjaga silsilah garis keturunan keluarganya. Ini membuat generasi selanjutnya mudah mengenali siapa leluhurnya agar generasinya tidak terputus.
5. Makam Tinggi dan Mewah
Sebagai bentuk penghormatan, tulang-belulang sanak saudara diletakkan kembali ke makam mewah baru. Memberikan tempat yang lebih layak kepada para orang-orang meninggal akan membuatnya dekat dengan keluarga.
Makam yang mewah biasanya karena bentuknya tinggi dan akan dijadikan sebagai makam-makam keluarga. Dengan begitu, anggota keluarganya bisa berkumpul dalam satu tempat dan hidup nyaman.
Kebudayaan Indonesia yang beragam membuat negaranya harus siap dengan berbagai keunikan tradisinya. Termasuk keunikan dari Mangokal Holi atau upacara pengambilan tulang milik Suku Batak Toba. (*)